microsoft office 2021 full version free download
Oktober 18, 2021
Jakarta, CNBC Indonesia -
Republik Vanuatu kembali 'menyerang' Indonesia mengenai persoalan Hak Asasi
Manusia di Papua di sidang PBB ke-76. Ini bukan pertama kalinya negeri kecil di
timur Australia itu melakukan hal yang sama ke RI.
Perwakilan Vanuatu selalu
menyampaikan pesan itu pada forum internasional Sidang Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Hal ini sudah disampaikan sejak 2016 lalu.
2016
Pada 2016 lalu, Vanuatu
bersama dengan negara kepulauan pasifik lainnya mengkritik catatan HAM
Indonesia di Papua dan Papua Barat. Dalam sidang majelis PBB pihak Vanuatu
mendesak RI supaya memberikan kebebasan Papua untuk menentikan nasib mereka.
Waktu itu pidato pihak Vanuatu
langsung mendapat respon keras dari delegasi Indonesia, yakni Nara Masista
Rakhmatia, pejabat di misi tetap Indonesia untuk PBB. Dia menyatakan kritik itu
bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah negara
mereka sendiri.
2017
Kemudian pada 2017, Vanuatu
kembali membawa isu yang sama pada Sidang Umum PBB ke-72. Perwakilan RI Ainan
Nuran membacakan hak jawab dalam sesi debat umum, yang menyatakan jika sudah
terlalu banyak kabar hoax mengani hal ini.
"Satu kali sudah terlalu
banyak untuk hoax dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang
termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat," kata
Ainan dikutip dari detikcom.
Ainan juga menyebut negara
yang pro-separatis tidak mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti tentang
pembangunan di Papua dan Papua Barat.
2018
Pada tahun 2018, Wakil
Presiden Jusuf Kalla di sidang umum PBB juga menyinggung pentingnya menghormati
kedaulatan negara lain. Pernyataan itu menyindir Vanuatu yang dianggap
mendukung Gerakan separatisme.
"Ada negara, ya kalau
kita sebut di sini seperti Vanuatu, itu yang selalu memunculkan isu yang tidak
benar tentang pelanggaran HAM, tentang tidak sahnya bergabungnya Papua ke
Indonesia, itu kan melanggar prinsip-prinsip PBB itu sendiri," kata JK
usai sidang umum di Markas PBB, New York saat itu.
JK menjelaskan masuknya Papua
menjadi bagian Indonesia merupakan bagian dari resolusi PBB. Oleh karena itu,
Vanuatu sebagai anggota PBB harus mengakui resolusi tersebut.
2019
Pada tahun itu, Perdana
Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabimasmas menyebut ada dugaan pelanggaran HAM
di Papua dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-74 PBB. Tabimasmas berharap
PBB bisa mencari solusi untuk masalah dan mendatangi Papua untuk mengecek kondisi
di sana.
Indonesia kembali menggunakan
kesempatan hak jawab untuk memberi balasan tegas kepada Vanuatu yang kembali
mengangkat isu tersebut. Diplomat Rayyanul Sangadji menuding motif Vanuatu
mengangkat isu Papua di PBB bukanlah dilatari kepedulian terhadap HAM melainkan
karena negara itu mendukung separatisme. Ia menyebut langkah provokatif Vanuatu
adalah state-sponsored separatism.
Selain itu, RI juga mengecam
tindakan Vanuatu yang sengaja memasukkan Benny Wenda ke kantor Komisioner
Tinggi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-bangsa (KTHAM PBB). Benny merupakan
pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan
Pembebasan Papua.
2020
Perdana Menteri Vanuatu, Bob
Loughman lewat pidatonya kembali menyinggung persoalan Hak Asasi Manusia di
Papua. Pidato Loughman ini ditanggapi oleh Diplomat perwakilan Indonesia
Silvany Austin Pasaribu, mengatakan negara ini terlalu ikut campur dengan
urusan Indonesia. Silvany juga mengingatkan Vanuatu bukan representasi rakyat
Papua.
"Bagaimana bisa sebuah
negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami
keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," kata Silvany dalam pidatonya.
"Ini memalukan, di mana satu negara terus terobsesi berlebihan tentang
bagaimana seharusnya Indonesia bertindak."
2021
Pada tahun ini, Perdana
Menteri Vanuatu, Bob Loughman Weibur juga kembali mengungkit masalah yang
sama.Bahkan meminta PBB untuk mengunjungi Papua untuk melakukan penilaian
secara independen.
"Pelanggaran HAM terjadi
luas di seluruh dunia, masyarakat Papua Barat terus menderita pelanggaran
HAM," katanya dalam pidatonya di Sidang PBB, Minggu (26/9/2021).
"Forum Pasifik dan
pemimpin ACP diantara pemimpin lainnya telah meminta pemerintah Indonesia untuk
mengizinkan kantor Komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk mengunjungi Papua Barat
dan memberikan penilaian independen," tambahnya.
Namun menurut Bob progresnya
masih sedikit saat ini, dia berharap komunitas internasional serius melihat isu
ini dan menanganinya secara adil.
Pidato Bob dibantah oleh
Diplomat Indonesia Sindy Nur Fitry. Bahkan mempertanyakan pemahaman Vanuatu
tentang hak asasi manusia (HAM), hingga bisa memberikan tudingan itu.
Ditegaskannya negeri itu melakukan 'pemelintiran fakta'.
"Vanuatu mencoba membuat
dunia terkesan dengan apa yang di sebut kepedulian terhadap HAM, tapi
kenyataanya versi HAM mereka dipelintir dan tidak menyebut tindakan teror yang
tidak manusiawi dan keji yang dilakukan kelompok separtasi bersenjata,"
jelasnya dalam hak jawab.
Bahkan menurut Sindy, Vanuatu
membantu mengadvokasi Gerakan separatisme dengan kedok keprihatinan terhadap
hak asasi manusia.
Vanuatu juga terus berulang
kali mencoba mempertanyakan status papua sebagai bagian dari Indonesia. Menurut
Sindy ini melanggar tujuan dan prinsisp piagam PBB dan bertentangan dengan
Deklarasi Prinsip Hukum Internasional Tentang Hubungan Persahabatan dan
Kerjasama antar negara.
"Kami tidak bisa
membiarkan pelanggaran terjadi berulang kali terhadap piagam PBB ini berlanjut
di forum," katanya.
Sumber
: https://www.cnbcindonesia.com/