Implementasi Lessons Learned Susopsgab Australia Melalui Uji Coba Doktrin Prosedur Penentuan Sasaran (Targeting Process) Pada Latihan Posko 1 & 2


IMPLEMENTASI LESSONS LEARNED SUSOPSGAB AUSTRALIA MELALUI UJI COBA DOKTRIN PROSEDUR PENENTUAN SASARAN (TARGETING PROCESS) PADA LATIHAN POSKO 1 & 2 YONARMED-17/KOMPOSIT RENCONG CAKTI TA. 2019

Oleh

Letkol Arm Oke Kistiyanto, S.AP.

Dandim 0103/Aceh Utara Korem 011/LW Kodam IM

 

Latar Belakang: Lessons Learned dari Lat Ancab dan Susopsgab di Australia.

Pesatnya perkembangan modernisasi alutsista TNI AD, terutama unsur bantuan tembakan, membuat doktrin, taktik dan teknik koordinasi bantuan tembakan (Korbantem) yang selama ini dipedomani dirasa semakin kurang mewadahi jika dihadapkan dengan tugas operasi gabungan dalam kampanye militer. Kekurangan tersebut salah satunya terlihat ketika latihan antar kecabangan (Lat Ancab) TNI AD. Faktanya Korbantem yang semula terasa mudah dan lancar dilakukan saat awal latihan dengan menggunakan metode Latposko, menjadi sulit diimplementasikan ketika beralih ke metode geladi lapang pada akhir latihan. Sulitnya implementasi ini, salah satunya berasal dari tingkat kerawanan tinggi melalui penggunaan munisi brisan serta roket serta penggunaan meriam kaliber sedang 155 mm yang berjarak lebih jauh dari pendahulunya meriam 105 mm. Keamanan latihan menjadi alasan klasik yang melegitimasi “dikoordinasikannya” seluruh sarana bantuan tembakan ke dalam timetable. Inilah yang membuat setiap pelaksanaan Lat Ancab TNI AD cenderung mirip seperti demonstrasi fire power show daripada latihan satuan dengan metode geladi lapang.

Pada bulan Agustus 2019, penulis mendapat kesempatan mengikuti kursus operasi gabungan, Overseas Joint Warfare Course (OJWC), di Australia.  bersama 30 personel militer trimatra dari 15 negara lainnya yakni Brunei, Fiji, Irak, Yordania, Lebanon, Malaysia, Filipina, Singapura, PNG, Srilanka, Australia, Uni Emirat Arab, Vanuatu dan Vietnam. Selama mengikuti pendidikan, ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik (lessons learned), terutama berkaitan dengan penyempurnaan doktrin metodologi pengambilan keputusan TNI (PPKM : Proses Pengambilan Keputusan Militer) yang digunakan oleh seluruh matra TNI saat ini serta PPKT (Proses Pengambilan Keputusan Taktis) yang dipakai oleh TNI AD.

Berkaca dari sejarah, metodologi PPKM TNI yang dahulu bernama Prosedur Hubungan Komandan dan Staf, merupakan metodologi pemecahan permasalahan yang diadopsi dari MDMP (Military Decision Making Process) milik AB (angkatan bersenjata) Amerika. Sedangkan AB Australia, menggunakan JMAP (Joint Military Decision Process), yang ternyata juga mengadopsi dari MDMP. Sehingga ketika mempelajari proses perencanaan operasi gabungan menggunakan JMAP, penulis merasa familier dan bisa melihat ada benang merah tersebut. Pada prinsipnya kedua konsep tersebut serupa, karena mengadopsi dari doktrin AB Amerika (MDMP). Seperti contohnya langkah kedua dan ketiga dalam PPKM sama dengan langkah kedua pada JMAP, kemudian langkah kelima JMAP sama dengan langkah kedelapan sampai langkah kedua belas PPKM, dll. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang menjadi catatan penulis, terutama beberapa temuan yang membuka tabir kekurangsempurnaan dalam PPKM TNI. Jika ini tidak diperbaiki ke depan maka PPKM TNI akan sulit untuk dioperasionalkan dan akan kurang efektif digunakan ketika terjadi perang terbuka kelak.

Hasil analisis penulis ketika melaksanakan OJWC, ketika dibandingkan dengan JMAP, ternyata PPKM yang dimiliki oleh TNI masih belum sempurna.  Penulis rasa TNI perlu mengadopsi 3 doktrin lainnya agar PPKM bisa operasional dan efektif digunakan. Tanpa ketiga doktrin ini, analisis dalam proses Biltus akan kehilangan bobotnya, sehingga pada pelaksanaan operasi banyak hal yang tidak terduga akan muncul di luar dugaan kita dan kita tidak siap akan perubahan tersebut. Doktrin yang perlu diadopsi adalah: 1) Intelligence Preparation for War/Battle. Di Australia disebut IPOE (Intelligence Preparation for Operational Environtment) sedangkan Amerika menyebutnya IPB (Intelligence Preparation for Battlespace). 2) Operational Art.  Ini adalah “roh” dalam pengambilan keputusan di level operasional, baik itu dalam operasi gabungan maupun operasi matra. Metodologi ini menjadi jembatan antara level strategis (ends, means, ways) dengan level taktis. Ini terdiri 2 bagian yakni dari operational design dan arrangement of operation. 3) Targetting Process (TP) atau Prosedur Penentuan Sasaran. Ini merupakan “roh” dari staf Korbantem. Proses metodologi ini sebenarnya penyempurnaan dari doktrin Korbantem (koordinasi bantuan tembakan) yang dimiliki oleh TNI. Doktrin ini terdiri 6 tahapan yang berlangsung selama proses JMAP/PPKM. Tahapan tersebut dikenal dengan F2T2EA (Find-Fix-Track-Target-Engage-Assess). Ini serupa dengan metodologi AB Amerika dengan D3A (Decide-Detect-Deliver-Assess) dan F3EAD (Find-Fix-Finish-Exploit-Analyze-Disseminate) pada level taktisnya.

 

Uji coba doktrin pada Latposko 1 & 2 Yonarmed-17/Komposit RC


Berkaca dari pelaksanaan Lat Ancab dan Susopsgab (OJWC) di Australia, atas seizin dari Pangdam IM, Danpussenarmed dan Danrindam IM, maka pada bulan November 2019, penulis diberikan kewenangan secara terbatas untuk menguji doktrin Prosedur Penentuan Sasaran (Targetting Process) ketika pelaksanaan Latihan Posko 1 & 2 Yonarmed-17/Komposit RC Kodam IM. Saat itu penulis juga berinisiatif mencoba membuat suatu korelasi mekanisme hubungan kerja antara Komandan dan Staf dalam Biltus yang dilaksanakan di tingkat Brigade (Satuan Manuver) hingga di tingkat Yonarmed (Satuan Bantem) yang diselingi kerja staf khusus bantem di PKBT Brigade. Karena faktanya bahwa Danyonarmed bekerja di tiga Posko (posko Brigade Tim Pertempuran (BTP), PKBT Brigade dan Posko Yonarmed) dirasakan cukup membingungkan bagi pejabat pelaku yang mengikuti latihan. Kapan Danyonarmed berada di Posko Brig, kapan Danyonarmed berada di PKBT Brig dan kapan Danyonarmed ada di Posko Armed. Sekaligus menyempurnakan doktrin PPKT yang digunakan TNI AD yang ternyata hanya bisa operasional di satuan infanteri dan belum bisa operasional di satuan Banpur seperti Yonarmed. Fakta ini terlihat dari wawancara kepada mantan Pasis Diklapa 1 Armed TA.2019 (Pasiops dan Pasipers Yonarmed-17/K) yang tidak diajarkan PPKT Armed (tetapi PPKT Inf) dan wawancara kepada Kabaglat Rindam IM, Kolonel Inf Andy Mustafa, tentang sulitnya pembuatan naskah latihan Latposko 1 & 2 Armed dikarenakan tidak adanya referensi PPKT Armed.

(Gambar 1) korelasi PPKT Posko Brig, PKBT, Posko Yonarmed &Targeting Process

Mekanisme ini diharapkan bisa berkorelasi dengan Proglatsi Armed yang dilakukan selama ini seperti Lattis Rai maupun UST Rai dan bisa menjabarkan ketiga proses kerja Danyonarmed di tiga posko tersebut dengan memodifikasi proses PPKT yang ada pada Doklak Kodalops TNI AD 2017 (DP: OPS-04) digabungkan dengan Fire Planning Process yang ada pada FM 3-09.21 (FM 6-20-1) Tactic, Techniques, and Proceduers for the Field Artillery Battalion.

Dalam uji coba tersebut, penulis menemukan bahwa ketiga proses kerja di tiga posko tersebut tidak bisa bekerja dengan baik tanpa ada satu metodologi doktrin lagi yang dinamakan prosedur penentuan sasaran (targeting process). Penulis merasa bahwa doktrin tersebut merupakan “roh” dari proses Korbantem yang dilakukan untuk menyederhanakan ruwetnya proses sinkronisasi mulai dari tahap perencanaan, persiapan, pelaksanaan hingga konsolidasi.

 

Metodologi T3N (Tentukan Temukan Tembak Nilai).


Prosedur penentuan sasaran merupakan metodologi yang di adopsi dari  FM 6-20-10 tactics, techniques and procedures for the targeting process. Doktrin ini merupakan bagian dari proses PPKT yang membantu Komandan untuk melaksanakan fungsi Korbantem. Dengan metodologi T3N (Tentukan Temukan Tembak Nilai), keinginan komandan bisa diterjemahkan melalui suatu proses pemilihan target, menentukan penggunaan sarana Bantem yang tepat, bagaimana cara mencari target tersebut, kapan target tersebut dibutuhkan dan bagaimana menembak mereka sehingga menghasilkan efek yang tepat. Ini bisa dilihat pada bagan di bawah ini (gambar 2).


 (Gambar 2) Mekanisme metodologi T3N (Tentukan Temukan Tembak Nilai)

Langkah pertama dan yang terpenting dari prosedur penentuan sasaran adalah Tentukan.  Menentukan target yang akan diserang membutuhkan prioritas dalam pengumpulan intelijen maupun perencanaan tembakan. Beda sasaran beda pula cara penentuan sasaran, ada 4 macam sasaran yang dikenal dalam proses ini (gambar 3). Prioritas tembakan harus ditetapkan di setiap tahapan atau waktu kritis dalam operasi. Keberhasilan penentuan sasaran akan langsung berhubungan dengan rencana operasi / perintah operasi Dansat manuver.  Ini bisa dilihat dari skema korelasi pada gambar 2 yang mana proses Biltus (PPKT) semuanya berkaitan dengan langkah pertama dari prosedur penentuan sasaran. Pada langkah ini staf PKBT bersama S1 dan S2 Brigade bersama-sama menentukan sasaran yang akan ditembaki dengan cara membuat daftar sasaran. Daftar sasaran bisa didapat dari data intelijen awal S1 atau yang dinamakan IPB (intelligence preparation for battlefield). Data tersebut diidentifikasi dan dikelompokkan sasaran mana yang mempunyai nilai tinggi yang dinamakan TNT (target nilai tinggi) atau HVT (High Value Target) dan sasaran mana yang mempunyai dampak terbesar jika dihancurkan yang dinamakan THT (Target Hasil Tinggi) atau HPT (High Payoff Target).

(Gambar 3) Pengelompokan jenis-jenis sasaran

Dampak kehancuran yang diharapkan dinamakan efek. Terminologi ini digunakan pertama kali pada Perang Teluk (Perang Irak 1) 1990, untuk mendeskripsikan dampak operasi (efek) yang dilakukan sehingga memiliki pengaruh terhadap operasi, sasaran, tujuan lainnya. Jika dianalogikan seperti efek domino. Satu domino jatuh, maka domino yang lain akan jatuh. Biasanya efek berkaitan dengan CoG  (Center of gravity) dengan terminologinya yakni CC (Critical Capability) atau Kemampuan Kritis (PK), CR (Critical Requirement) atau kebutuhan kritis (BK), dan CV (Critical Vurnerability) atau Kerawanan Kritis (RK). Tujuannya untuk melihat outcome (hasil/keluaran) dari kegiatan dalam operasi yang dilakukan, sehingga dengan penggunaan kekuatan minimal akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dari keluaran tersebut dapat disusun prioritas sasaran.

Dalam tahap ini ada beberapa produk yang dihasilkan PKBT diantaranya: Daftar Sasaran yang merupakan adopsi dari Target List Worksheet, DTHT (Daftar Target Hasil Tinggi) yang merupakan adopsi dari HPTL (High Payoff Target List), MPS (Matriks Panduan Sasaran) yang merupakan adopsi dari AGM (Attack Guidance Matrix), Folder Sasaran yang merupakan adopsi dari Target Spreadsheet, SST (Standar Seleksi Target) yang merupakan adopsi dari TSS (Target Selection Standard), Matriks Sinkronisasi Target (MST) yang merupakan adopsi dari TSM (Target Synchronization Matrix), dll.

Langkah kedua prosedur penentuan sasaran yakni Temukan. Langkah ini dilaksanakan sebelum PO/RO dilaksanakan, bisa pada tahap PPKT bisa juga pada tahap persiapan. Pada tahapan ini ada dua tugas yang harus diselesaikan oleh PKBT yakni Cari dan Kunci. Proses pencarian dilaksanakan oleh aset pencari dan penemu sasaran, bisa itu aset tradisional seperti kelompok peninjau maupun intel manusia (human intelligent:HUMINT) maupun aset modern seperti radar, drone, maupun intel udara. Pada proses ini rencana pengumpulan keterangan diperlukan untuk menentukan aset pencari dan penemu sasaran mana yang bisa digunakan. UUK (Unsur Utama Keterangan) yang dinamakan PIR (Priority Intelligence Requirement) dibutuhkan untuk mendapatkan CCIR (Commander Critical Information Requirement) atau KIUK (Kebutuhan Info Utama Komandan). Memang ada beberapa istilah yang tidak ada di terminologi militer TNI, sehingga untuk mengoperasionalkan metodologi ini, beberapa istilah seperti CCIR harus diserap untuk mewadahi kekosongan atau gap dalam prosedur penentuan sasaran. Selain itu, militer barat sangat mengandalkan SIGINT (signal intelligent) dalam hal ini radar lawan artileri seperti AN-TPQ 36/37 sebagai sarana badan pengumpul (Bapul) dalam kolom Renpulket (rencana pengumpulan keterangan). Penggunaan radar lawan artileri sangat efektif dibandingkan dengan penggunaan kelompok peninjau dan HUMINT karena lebih akurat dalam mendeteksi lokasi sarana bantem musuh. Namun disayangkan sampai dengan saat ini, belum ada satuan Armed TNI AD yang mengoperasionalkan radar lawan artileri. Proses pencarian ini mempunyai tujuan lain untuk mengkonfirmasi sasaran-sasaran yang telah ditentukan untuk ditembak, sehingga bisa dikunci.

Tugas kedua, kunci, memiliki tujuan untuk memelihara identifikasi sasaran terutama target nilai tinggi yang telah ditemukan. Tugas ini juga berguna untuk menyempurnakan lokasi sasaran yang telah ditentukan dalam RBT. Karena musuh tidaklah statis (diam), mereka juga berpikir untuk menjaga aset vital mereka dari kehancuran maka dari itu setelah sasaran ditemukan. Maka ketika target terkonfirmasi dan tervalidasi, sasaran tersebut harus dikunci. Juga ketika ditemukan target bergerak, maka sasaran tersebut harus selalu diikuti dan dikunci hingga pelaksanaan penembakan.  Staf satuan manuver, PKBT maupun satuan bantem harus memahami bahwa alutsista yang digunakan untuk mengikuti dan mengunci sasaran mungkin tidak bisa efektif digunakan lagi untuk mencari dan menemukan sasaran dalam operasi lawan artileri sehingga manajemen penggunaan sarana pencari dan penemu sasaran harus diatur sesuai dengan prioritas tembakan.      

Langkah ketiga prosedur penentuan sasaran yakni Tembak. Pada langkah ini ada dua tugas yang dilaksanakan yakni Hancurkan dan Eksploitasi. Penghancuran sasaran memedomani apa yang sudah dibuat dalam MPS (Matriks Panduan Sasaran) yang merupakan adopsi dari AGM (Attack Guidance Matrix) sedangkan eksploitasi sasaran tergantung dari efek yang diinginkan. Menurut FM 3-90 field artillery operations and fire support, ada delapan efek yang menjadi pedoman Pakorbantem dalam pelaksanaan Korbantem yakni 1) Menipu (deceive), 2) Melumpuhkan (defeat), 3) Menunda (delay), 4) Menghancurkan (destroy), 5) Mengganggu (disrupt), 6) Mengalihkan (divert), 7) Menetralisir (neutralize), 8) Menekan (suppress).

Langkah terakhir prosedur penentuan sasaran yakni Nilai. Pada langkah ini ada dua tugas yang dilaksanakan yakni Analisa dan Laporkan. Analisa memiliki tujuan untuk memberikan informasi mendalam tentang musuh apakah serangan yang dilakukan perlu rekomendasi untuk serangan ulang ataukah dinyatakan selesai dan lanjut ke sasaran selanjutnya. Hal-hal tersebut dilaporkan oleh PKBT ke Dansat manuver agar mendapat keputusan. Jika keputusannya adalah serangan ulang maka roda perputaran prosedur penentuan sasaran akan kembali ke metodologi T3N dan CA-KU-CUR-E-NA-LA (gambar 2). Demikian implementasi 4 langkah metode T3N prosedur penentuan sasaran yang di ujicobakan ketika Latposko 1 & 2 Yonarmed-17/Komposit RC.

Metodologi TELIT-TEN untuk Target Sensitif Waktu.

Pelaksanaan Korbantem terhadap “target yang direncanakan” (gambar 3) tetap menggunakan metodologi T3N (gambar 2), baik itu “target terjadwal” (tertuang dalam jadwal tembakan pada sub-sub lampiran RTA) maupun “target AP” (atas perintah). Namun jika sasaran berupa “target dinamis”, maka Danyonarmed selaku Pakorbantem bisa menggunakan dua metodologi Korbantem yakni T3N (gambar 2) dan TELIT-TEN (gambar 4). Jika sasaran tersebut merupakan “target tak terencana”, yakni target yang sudah diketahui berada di daerah operasi tetapi tidak terdeteksi kekuatan maupun lokasinya atau tidak sempat diplot karena kurangnya waktu maka tetap menggunakan metodologi T3N. Sedangkan jika sasaran termasuk “target tak diantisipasi”, yakni target yang tidak diketahui keberadaannya namun tiba-tiba muncul, maka digunakanlah metodologi prosedur penentuan sasaran TELIT-TEN (gambar 4). Metodologi ini  hanya digunakan pada “target sensitif waktu” yakni target yang harus cepat penanganannya jika tidak (melewati waktu) maka target tersebut akan hilang.

(Gambar 4) Prosedur Penentuan Sasaran untuk Target Sensitif Waktu TELIT-TEN

Dikarenakan membutuhkan waktu cepat untuk eksekusi, maka setelah sasaran ditemukan oleh sarana pencari dan penemu sasaran segera dilokalisir. Setelah itu segera diidentifikasi oleh PKBT apakah masuk ke dalam DTHT (Daftar Target Hasil Tinggi) yang telah ditentukan ataukah tidak. Pakorbantem akan menentukan bahwa target yang ditemukan ini perlu ditembak atau tidak. Jika iya maka Satbak segera melaksanakan penembakan kemudian hasilnya dinilai dan dilaporkan ke Pakorbantem untuk ditentukan kembali apakah target ini masih perlu pengulangan tembakan ataukah sudah cukup. Proses ini dilaksanakan pada tahap persiapan maupun saat pelaksanaan operasi. “Target AP (atas perintah)” bisa juga menjadi target sensitif waktu di beberapa kasus contohnya jembatan A merupakan ‘Target AP” yang akan ditembak jika trigger 50% kekuatan pasukan manuver musuh melewati jembatan tersebut. Peninjau menemukan bahwa pasukan manuver melewati jembatan A dan melaporkannya ke P3 Baterai kemudian dilanjutkan ke PKBT dan UKBT. Jika trigger dimasukkan ke dalam salah satu Tugas Armed atau Tugas Bantem maka kewenangan menembak sudah didesentralisasikan ke Satbak terendah yakni Baterai yang mendapat tugas tersebut. Namun jika belum dimasukkan ke dalam tugas Armed dan hanya menyebutkan Atas Perintah (AP) tanpa trigger yang jelas maka Pakorbantem wajib memedomani metodologi TELIT-TEN supaya efek yang diharapkan tercapai sebelum pasukan manuver musuh berhasil melewati jembatan tersebut.

Hasil Uji coba Doktrin pada Latposko 1 & 2 Yonarmed-17/Komposit TA.2019

Dari uji coba doktrin prosedur penentuan sasaran yang dilakukan pada latihan posko 1 dan 2 Yonarmed/17 Komposit RC dapat disimpulkan bahwa teori ini sesuai dan bisa digunakan untuk memperkaya doktrin Korbantem yang sudah ada sekaligus sebagai penyempurnaan metode latihan posko bagi Yonarmed dalam hubungan tugas taktis BL (Bantuan Langsung), BU (Bantuan Umum), PT (Perkuatan Tembakan) maupun BU-PT (Bantuan Umum Perkuatan Tembakan). Dikarenakan banyak terminologi yang disampaikan penulis yang merupakan serapan dari doktrin US Army dan tidak familier di kalangan kecabangan Armed, maka penulis menyarankan agar dibentuk suatu Pokja untuk menindaklanjuti penelitian dan uji coba doktrin yang dilakukan penulis ketika menjadi pelaku pada saat pelaksanaan Latposko 1 & 2 Yonarmed-17/Komposit RC TA.2019. Harapannya Pokja tersebut beranggotakan para perwira yang pernah mengenyam pendidikan kecabangan Armed di LN maupun ahli-ahli di bidang Korbantem dan operasi gabungan. Hasil Pokja tersebut harus di uji coba kan terlebih dahulu ke jajaran Yonarmed maupun ke Lemdik Pusdikarmed dalam bentuk uji doktrin ketika Latposko 1 untuk bisa diterima secara luas. Keberhasilan dalam pembentukan doktrin ini akan berdampak pada kemampuan Pakorbantem dalam melaksanakan Korbantem baik itu dalam hubungan operasi maupun latihan gabungan dan antar kecabangan. Akhir kata seperti kata pepatah "those who fail to learn the lessons of history are doomed to repeat it.” (George Santayana). Semoga kita semua tidak terjebak dalam kesalahan sejarah berulang-ulang.


Lampiran 1

Dokumentasi Uji Coba Doktrin pada Latposko 1 & 2 Yonarmed-17/K RC

Lampiran 2

KORELASI HUBUNGAN PPKT DI POSKO BTP, PKBT BTP, POSKO ARMED DAN PROSEDUR PENENTUAN SASARAN


Penulis : Letkol Arm Oke Kistiyanto, S.AP.

Dandim 0103/Aceh Utara Korem 011/LW Kodam IM


Swipe Right or Left 1th Richbean

AYO LAWAN COVID 19

INGAT 3M YA ..! MEMAKAI MASKER, MENCUCI TANGAN DAN MENJAGA JARAK